KOMPOSISI DIALISAT
CONTOH GAMBAR DIALIZAT.
GAMBAR 1. BICARBONAT
GAMBAR 2. ACID
Cairan dialysis adalah cairan yang digunakan pada proses hemodialisa,
terdiri dari campuran air dan elektrolit yang mempunyai konsentrasi
hampir sama dengan serum normal dan mempunyai tekanan osmotic yang sama dengan
darah. Fungsi cairan dialysis adalah mengeluarkan dan menampung
cairan serta sisa-sisa metabolisme dari tubuh, serta
mencegah
kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa.
Komposisi dialisat diatur
sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit
dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering
menyertai gagal ginjal. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi
dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat
dalam dialisat. Kerugian cairan asetat adalah bersifat asam sehingga dapat
menimbulkan suasana asam di dalam darah yang akan bermanifestasi sebagai
vasodilatasi. Vasodilatasi akibat cairan asetat akan mengurangi kemampuan vasokonstriksi
pembuluh darah yang akan diperlukan tubuh untuk memperbaiki gangguan
hemodinamik yang terjadi selama hemodialisis. Keuntungan cairan bikarbonat
adalah dapat memberikan bikarbonat ke dalam darah yang akan menetralkan
asidosis yang biasa terdapat pada pasien gagal ginjal terminal dan tidak
menimbulkan vasodilatasi.
Cairan
dialysis mengandung macam-macam garam, elektrolit
dan atau zat antara lain :
1.
NaCl / Sodium Chloride
Natrium
merupakan determinan utama osmolalitas dialisat. Konsentrasi natrium dalam
dialisat paling sedikit harus sama dengan plasma untuk mencegah kehilangan
natrium akibat proses difusi. Dialisat hiponatremi dapat menyebabkan episode
hipotensi, sakit kepala dan kram otot. Pada umumnya konsentrasi natrium dalam
dialisat sekitar 140 mmol/L sudah cukup untuk eleminasi cairan sebanyak 3-4 L
tanpa efek samping.
2.
CaCl2 / Calium Chloride
Konsentrasi
kalium dalam dialisat 2 mEq/L, digunakan untuk mengeluarkan retensi kalium
selama periode antar hemodialisis dan selama prosedur hemodialisis 4-5 jam.
Konsentrasi kalium dapat ditingkatkan sampai 3-4 mEq/L sesuai kebutuhan,
khususnya hipokalemia pada akhir sesi hemodialisis untuk mencegah cardiac
arrhytmia terutama pasien usia lanjut.
3.
Mgcl2 / Magnesium Chloride
Hipermagnesemia
akut dapat menyebabkan gangguan konduksi atrioventrikular dan intraventrikular,
dan depresi sistem saraf. Hipermagnesemia kronik mempunyai peranan pada
patogenesis osteodistrofi renal dan kalsifikasi jaringan ikat. Rekomendasi
konsentrasi magnesium dalam konsentrat dialisat 0,5-0,75 mmol/L (1,15 mEq/L).
4.
Kalsium
Konsentrasi
kalsium dalam dialisat harus cukup tinggi untuk mencegah keseimbangan negatif
selama hemodialisa. Konsentrasi kalsium dalam dialisat 3,25 – 3,5 mEq/L.
5.
Asetat
Presipitasi
bikarbonat mungkin didapatkan karena keberadaan ion kalsium dan magnesium.
Upaya untuk mencegah presipitasi bikarbonat diperlukan subsitusi sumber sodium
asetat sebagai salah satu pilihan alternatif. Pada pasien hemodialisis maximum acetate utilization rate
diperkirakan 3,0 – 3,5 mmol/kg/jam. Bila digunakan high-efficiency dialyzer,
kecepatan pergerseran asetat dari dialisat mungkin melebihi kemampuan
metabolisme hepar sehingga menyebabkan hiperasetatemia. Presentasi klinik
hiperasetatemia meliputi hipotensi, kram otot, sakit kepala, mual dan muntah.
6.
Bikarbonat
Bikarbonat
merupakan zat pengganti yang penting dalam cairan dialisis, karena lebih
fisiologis untuk koreksi asidosis metabolik dibandingkan dengan dialisat
asetat. Berbeda dengan dialisat asetat, konsentrasi bikarbonat darah dan pH
meningkat gradual selama prosedur hemodialisa dan kenaikan pasca hemodialisis
dapat dihindari sehingga pasien bebas dari gejala. Rekomendasi konsentrasi
bikarbonat dalam cairan dialisis 26-36 mmol/L.
7.
Klorida
Konsentrasi
anion klorida sama dengan konsentrasi total kation (terutama natrium) minum
konsentrasi asetat atau anion bikarbonat untuk mempertahankan electrochemical
neutrality dari cairan dialisis. Rekomendasi konsentrasi klorida dalam dialisat
bervariasi antara 105 dan 120 mEq/L.
8. Glukosa
Hemodialisis
menggunakan dialisat bebas glukosa (glucose
free dialysate). Sejumlah glukosa akan bergeser dari darah ke kompartemen
dialisat diperkirakan 25-30 g setiap kali prosedur hemodialisa. Kehilangan
glukosa selama prosedur hemodialisis mungkin menyebabkan dialysis associated symptoms seperti sakit
kepala, mual,dan muntah pasca hemodialisa. Bila prosedur hemodialisis
menggunakan dialisat tanpa glukosa tubuh akan kehilangan aminoacid cukup tinggi
yaitu 10 gram per sesi hemodialisis. Kehilangan aminoacid dibatasi hanya
sekitat 1-3 gram per sesi hemodialisis bila menggunakan cairan dialisis
mengandung glukosa. Aminoacid wasting
bersama dengan peningkatan katabolisme protein dapat merangsang kehilangan
glukosa ke kompartemen dialisat, dan mungkin diikuti keseimbangan negatif
protein. Rekomendasi konsentrasi glukosa dalam cairan dialisis antara 1-2
gram/L untuk pasien nefropati diabetik dan usia lanjut. Dialysat bikarbonat
dan/atau dialisat mengandung glukosa diduga merupakan media subur untuk
pertumbuhan bakteri dan pembentukan endotoksin, merupakan resiko tinggi dialysate contamination. Teknik
disinfeksi ketat disertai pemeliharaan mesin hemodialisis dan sirkuit water treatment sangat penting. Glukosa
dalam konsentrasi yang rendah ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah
difusi glukosa ke dalam dialisat yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan
hipoglikemia. Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang
tinggi, karena pembuangan cairan dapat dicapai dengan membuat perbedaan tekanan
hidrostatik antara darah dengan dialisat.
by : Ns, Pt Priambada Putra, Skep.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wijaya, Awi Mulyadi;dr.
Rabu, 27 Januari 2010. http://www.infodokterku.com/index.php?option=com_content&view=article&id=68:terapi-pengganti-ginjal-atau-renal-replacement-therapy-rrt&catid=29:penyakit-tidak-menular&Itemid=18.
Terapi Pengganti Ginjal atau Renal
Replacement Therapy (RRT).
2. Daugridas, JT. Cronic
Hemodyalisis Prescription : A Urea Kinetic Approach. Daugirdas JT, Ing TS (Eds)
Handbook of Dialysis 3dh edition by Lippincott Williams and Willkins Publisers
2000 : 12-47.
3. Rahardjo P., Susalit E.,
Suhardjono. Hemodialisis. Dalam Buku AJar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV,
4. Xue JL, Ma JZ, Louis TA,
Collins AJ: Forecast of the number of patients with end-stage renal disease in
the United States to the year 2010. J Am Soc Nephrol 12:2753-2758, 2001.
5. Albert Lasker : Award for
Clinical Medical Research. J Am Soc Nephrol 13:3027-3030, 2002.
6. Kinchen KS, Sadler J, Fink
N, et al: The timing of specialist evaluation in chronic kidney disease and
mortality. Ann Intern Med 137:479-486, 2002
7. Vanholder R, De Smet SR:
Pathophysiologic effects of uremic retention solutes. J Am Soc Nephrol
10:1815-1823, 1999.
8. Jonathan Himmelfarb, MD.
Hemodialysis Complications. American Journal of Kidney Disease, vol 45, No.6
(June); 2005: pp 1125-1131.
9. Doenges,M.E., Moorhouse,
M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan
pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,
Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta.
10. Ganong, W. F., 1998, Buku
ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC, Jakarta.
11. Guyton, A. C. & Hall, J.
E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC, Jakarta.
12. Havens, L. & Terra, R.
P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
13. NKF, 2006, Hemodialysis.
Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
14. PERNEFRI, 2003, Konsensus
dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–Bagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
15. Price, S. A. & Wilson,
L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 4, EGC,
Jakarta.
16. Rose, B. D. & Post, T.
W, 2006, Hemodialysis: Patient information, Terdapat pada: http://www.patients.uptodate.com.
No comments:
Post a Comment