Tuesday, 12 April 2016

PERITONIAL DIALISIS


                                         DIALISIS PERITONEAL


           Dialisis peritoneal adalah salah satu bentuk dialisis untuk membantu penanganan pasien GGA maupun GGK, menggunakan membran peritoneum yang bersifat semipermeabel. Melalui membran tersebut darah dapat difiltrasi. Keuntungan dialisis peritoneal bila dibandingkan dengan hemodialisis, secara teknik lebih sederhana, cukup aman serta cukup efisien dan tidak memerlukan fasilitas khusus, sehingga dapat dilakukan di setiap rumah sakit. Dialisis peritoneal dapat berupa :
a)      Intermittent Peritoneal Dialysis (IPD). Dilakukan 3-5 kali perminggu dan tiap kali dialisis selama 8-14 jam. Jadi pada prinsipnya sama seperti HD kronik hanya waktu yang diperlukan setiap kali dialisis lebih lama karena efisiensinya jauh dibawah HD.
b)      Continous Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD). Dilakukan tiap hari dan dilakukan waktu malam hari, penggantian cairan dialisat sebanyak 3-4 kali. Cairan dialisis terkahir dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 12-14 jam. Pada waktu malam cairan dialisis dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 2,5-3 jam.
c)      Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). Dilakukan 3-5 kali per hari, 7 hari per minggu dengan setiap kali cairan dialisis dalam kavum peritoneum (dwell-time) lebih dari 4 jam. Pada umumnya dwell-time pada waktu siang 4-6 jam, sedangkan waktu malam 8 jam. CAPD memberikan klirens ureum sama dengan yang dicapai HD 15 jam per minggu.


               Untuk dialisis peritoneal akut biasa dipakai stylet-catheter (kateter peritoneum) untuk dipasang pada abdomen masuk dalam kavum peritoneum, sehingga ujung kateter terletak dalam cavum Douglasi. Setiap kali 2 liter cairan diaisis dimasukkan dalam kavum peritoneum melalui kateter tersebut. Membran peritoneum bertindak sebagai membran dialisis yang memisahkan antara cairan dialisis dalam kavum peritoneum dan plasma darah dalam pembuluh darah di peritoneum. Sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin, kalium, dan toksin lain yang dalam keadaan normal dikeluarkan melalui ginjal, pada gangguan faal ginjal akan tertimbun dalam plasma darah. Karena kadarnya yang tinggi akan mengalami difusi melalui membran peritoneum dan akan masuk dalam cairan dialisat dan dari sana akan dikeluarkan dari tubuh. Sementara itu setiap waktu cairan dialisat yang sudah dikeluarkan diganti dengan cairan dialisat yang baru.
               Susunan cairan dialisat mengandung elektrolit dengan kadar seperti pada plasma darah normal. Komposisi elektrolit cairan dialisat bervariasi. Pada umumnnya cairan dialisat tidak mengandung kalium, karena tujuannya untuk mengeluarkan kalium yang tertimbun karena terganggunya fungsi ginjal. Bila DP dilakukan pada pasien dengan kadar kalium dalam batas normal, untuk mencegah terjadinya hipokalemia, dalam cairan dialisat dapat ditambahkan kalium 3,5 – 4,5 mEq/liter cairan dialisat. Heparin ditambahkan dalam cairan dialisat dengan tujuan untuk mencegah pembentukan fibrin yang dapat mengganggu aliran cairan, biasanya diberikan pada permulaan dialisat dengan dosis 500-1000 U tiap 2 liter cairan.
               Indikasi pemakaian DP, antara lain GGA, GGK, gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, atau asam basa, intoksikasi obat atau bahan lain, keadaan klinis lain dimana DP telah terbukti manfaatnya. Kontraindikasi absolut tidak ada. Kontraindikasi relatif yaitu keadaan yang kemungkinan secara teknis akan mengalami kesulitan atau memudahkan terjadinya komplikasi seperti gemuk berlebihan, perlengketan peritoneum, peritonitis lokal, operasi atau trauma abdomen yang baru saja terjadi, kelainan intraabdomen yang belum diketahui sebabnya, luka bakar dinding abdomen yang cukup luas terutama bila disertai infeksi atau perawatan yang tidak adekuat.
               Komplikasi dapat berupa komplikasi mekanis, komplikasi metabolik dan  komplikasi radang. Komplikasi mekanis yaitu perforasi organ abdomen, perdarahan yang dapat menyumbat kateter, gangguan drainase (aliran cairan dialisat), bocornya cairan dialisat, serta perasaan tidak enak dan sakit dalam perut. Komplikasi metabolik yaitu gangguan keseimbangan cairan, eletrolit, dan asam basa, gangguan metabolisme karbohidrat pada pasien DM, kehilangan protein yang terbuang lewat cairan dialisat, dan sindrom disequilibrium. Komplikasi radang yaitu infeksi alat pernapasan, sepsis, dan peritonitis.

MANAJEMEN PASIEN HEMODIALISA dan KOMPLIKASI PRE INTRA HD



      MANAJEMEN PASIEN HEMODIALISA


1.      Sesi hemodialisis pertama.
Durasi hemodialisis pertama harus singkat (2 atau 3 jam) untuk mencegah penurunan drastis konsentrasi urea serum dan sindrom disequilibrium.
2.      Monitoring selama sesi hemodialisis berikutnya
2.1.Vascular connection
Insersi jarum arterial harus lebih distal dari insersi venosa untuk mencegah resirkulasi darah.
2.2.Heparinisasi
Pada proses dialisis terjadi aliran darah di luar tubuh. Pada keadaan ini akan terjadi aktivasi sistem koagulasi darah dengan akibat timbulnya bekuan darah. Karena itu pada dialisis diperlukan pemberian heparin selama dialisis berlangsung. Ada tiga teknik pemberian heparin, yaitu teknik heparin rutin, heparin minimal, dan bebas heparin. Pada teknik heparin rutin, teknik yang sering digunakan sehari-hari, heparin diberikan dengan cara bolus diikuti dengan continous infusion. Pada keadaan dimana resiko perdarahan sedang atau berat digunakan teknik heparin minimal dan teknik bebas heparin. Contoh beberapa keadaan risiko perdarahan berat misalnya pada pasien dengan perdarahan intraserebral, trombositopenia, koagulopati, dan pascaoperasi dengan perdarahan.
2.3.Aktivitas pasien
Pasien dapat beraktivitas seperti membaca, menonton, dan lain-lain. Namun sebaiknya dibatasi.
2.4.Pengawasan klinik selama sesi hemodialisis
Tekanan darah, denyut nadi, tekanan pada blood line dan dialisat dan ultrafiltration rate harus selalu dicatat, berat badan pre dan pasca hemodialisis.
3.      Komplikasi intradialitik
3.1.Komplikasi teknik
Resiko Teknik
Presentasi Klinik
Udara masuk sirkuit darah
Emboli udara
Dialisat hipotonik
Hemolisis masif
Dialisat hipertonik
Hipernatremia, haus, sakit kepala, bendungan paru dan kejang
Dialisat overheated
Hemolisis dan pembekuan darah
Pertukaran bikarbonat dengan konsentrasi acid
Alkalosis hebat
Diskoneksi tabung darah
Perdarahan, kolapse




3.2.Komplikasi terkait hemodialisis
3.2.1.      Hipotensi terkait hemodialisis
Etiologi paling sering berhubungan dengan penurunan volume plasma, kegagalan efek vasokontriksi, dan faktor jantung terutama pada pasien nefropati diabetik dan usia lanjut. Manajemen hipotensi disertai kram otot : ultrafiltration rate dan blood flow rate dikurangi, pasien posisi trendelenberg, berikan infus garam fisiologis 100-500 ml, atau garam hipertonis sebanyak 10-20 ml dalam waktu 3-5 menit.
3.2.2.      Kram otot
Kram otot (betis) disebabkan penurunan volume CES akibat peningkatan ultrafiltation rate atau konsentrasi Na dalam konsentrat tidak adekuat. Pemberian garam fisiologis atau hipertonis merupakan terapi pilihan pertama.
3.2.3.      Mual, muntah dan sakit kepala
Tidak jarang merupakan salah satu presentasi klinik disequilibrium syndrome.
3.2.4.      Sakit dada
Harus dicurigai sebagai kegawat daruratan yang berhubungan dengan angina, infark miokard, atau perikarditis, atau berhubungan dengan hemolisis akut atau reaksi anafilaktoid.
3.2.5.      Gatal
Etiologi deposit kristal kalsium-fosfor (hiperparatiroidisme), kulit kering, alergi terhadap obat (heparin), dan pelepasan histamin. Terapi kausal dan simptomatis (diphenhydramine, ketotifen).
3.2.6.      Febris
Berhubungan dengan reaksi pirogen atau infeksi mikroorganisme.
  
4.      Komplikasi interdialitik
Komplikasi selama periode antar hemodialisis lebih sering berhubungan dengan gangguan keseimbangan air dan elektrolit (natrium dan kalium). Presentasi klinik dengan bendungan paru akut, asidosis, dan hiperkalemia, merupakan keadaan darurat medik memerlukan terapi hemodialisis akut.

5.      Pemantauan evaluasi jangka panjang
Setiap pasien baru dilakukan penilaian yang meliputi pemeriksaan fisik lengkap dan penunjang sebagai berikut : 
·         Darah perifer lengkap
·         Elektrolit darah (Na, K, Cl, Ca, P)
·         HBsAg
·         Anti HCV, HIV
·         Foto dada
·         EKG/Ekokardiografi
Bila tidak ada indikasi khusus, maka dilakukan pemeriksaan sesuai jadwal berikut ini :
·         Na, K, Ca, P, Ureum (tiap 3 bulan)
·         SI, TIBC, Ferritin
·         HBsAg, Anti HCV, analisa gas darah, EKG (tiap 6 bulan)
·         Ekokardiografi (tiap 3 tahun)
Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan adalah :
·         Mg (khusus untuk aritmia) dan PTH tiap tahun
·         Radiologik, densitometer tulang dan HIV pada keadaan khusus.

by : Ns, Pt Priambada Putra,Skep



DAFTAR PUSTAKA

1.      Wijaya, Awi Mulyadi;dr. Rabu, 27 Januari 2010. http://www.infodokterku.com/index.php?option=com_content&view=article&id=68:terapi-pengganti-ginjal-atau-renal-replacement-therapy-rrt&catid=29:penyakit-tidak-menular&Itemid=18. Terapi Pengganti Ginjal atau Renal Replacement Therapy (RRT).
2.      Daugridas, JT. Cronic Hemodyalisis Prescription : A Urea Kinetic Approach. Daugirdas JT, Ing TS (Eds) Handbook of Dialysis 3dh edition by Lippincott Williams and Willkins Publisers 2000 : 12-47.
3.      Rahardjo P., Susalit E., Suhardjono. Hemodialisis. Dalam Buku AJar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV,
4.      Xue JL, Ma JZ, Louis TA, Collins AJ: Forecast of the number of patients with end-stage renal disease in the United States to the year 2010. J Am Soc Nephrol 12:2753-2758, 2001.
5.      Albert Lasker : Award for Clinical Medical Research. J Am Soc Nephrol 13:3027-3030, 2002.
6.      Kinchen KS, Sadler J, Fink N, et al: The timing of specialist evaluation in chronic kidney disease and mortality. Ann Intern Med 137:479-486, 2002
7.      Vanholder R, De Smet SR: Pathophysiologic effects of uremic retention solutes. J Am Soc Nephrol 10:1815-1823, 1999.
8.      Jonathan Himmelfarb, MD. Hemodialysis Complications. American Journal of Kidney Disease, vol 45, No.6 (June); 2005: pp 1125-1131.
9.      Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta.
10.  Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC, Jakarta.
11.  Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC, Jakarta.
12.  Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
13.  NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
14.  PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–Bagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
15.  Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta.
16.  Rose, B. D. & Post, T. W, 2006, Hemodialysis: Patient information, Terdapat pada: http://www.patients.uptodate.com.